Description: Welcome to Pustaka Lebah @Jakarta Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Welcome to Pustaka Lebah @Jakarta
BSE - Bee School
Multimedia interaktif kelas 1-6 SD, Bermaterikan 5 mata pelajaran dengan rapor elektronik, terlengkap di Indonesia
Monday, 2 September 2013
Thursday, 18 July 2013
2 Tahun anak = 2 Juta tahun manusia purba
Tahukah Anda? Apa yang dilakukan Anak selama 2 tahun pertama
kehidupannya, sama dengan apa yang telah dilakukan manusia prasejarah
selama 2 juta tahun.
Manusia prasejarah membutuhkan proses yang sangat panjang untuk bisa membentuk peradaban, dari penemuan peralatan batu, bahasa untuk berkomunikasi, dst. Anak-anak kita hanya membutuhkan waktu 2 tahun saja untuk bisa berjalan, bicara, menggunakan alat sederhana atau menggambari dinding rumah. Ya, anak-anak kita telah mengalami percepatan perkembangan 1 juta kali lipat dibanding manusia purba.
Bagaimana itu bisa terjadi? Selain faktor memori genetik yang diwariskan dari generasi ke generasi, satu sumbangan terbesar dalam sejarah manusia adalah penemuan tulisan. Penemuan tulisan ini pula yang memisahkan masa prasejarah dengan sejarah. Sejarah bisa mulai ditulis karena adanya penemuan tulisan. Tanpa penemuan tulisan, tentu saja sejarah tidak pernah bisa ditulis. Ditulis pakai apa?
Lukisan Dinding Gua sebagai Media Belajar
Tapi, dari mana tulisan itu sendiri berasal? Peninggalan tertua yang bisa ditemuikan adalah lukisan dinding gua. Sebelumnya pasti ada, tapi mungkin baru berupa guratan di tanah dengan tongkat yang langsung tersaput hujan. Jadi lukisan gualah yang bertahan. Walaupun belum menggunakan aksara, lukisan dinding gua dibuat untuk mencatat apa yang dialami oleh manusia saat itu, dari peristiwa saat berburu, peristiwa kelahiran dan kematian hingga tahapan prosesi upacara ritual.
Catatan berupa gambar itu tertinggal di dinding gua hingga bertahun-tahun dari generasi ke generasi. Dengan adanya catatan berupa lukisan itu, manusia di generasi berikutnya bisa melihat apa yang dialami oleh generasi sebelumnya. Generasi baru bisa BELAJAR dari pendahulunya, menemukan kelebihan yang ada dan melanjutkannya, atau menemukan kelemahan dan memperbaikinya.
Manusia tidak perlu lagi mengalami kesalahan yang sama berulang-ulang sehingga bisa menghindari resiko yang membahayakan jiwa atau merugikan. Manusia juga tidak perlu melakukan segala sesuatu dari nol, tinggal meniru dan melanjutkan apa yang sudah ditemukan sebelumnya. Ini berarti menghemat waktu, tenaga, pikiran (bahkan biaya) secara besar-besaran. Manusia jadi bisa melakukan lebih banyak hal dengan waktu lebih singkat, makin banyak penemuan bisa diciptakan, dan peradaban pun berputar makin cepat.
Ketika Anak Membuat Lukisan Gua di Rumah
Seringkali orangtua menghadapi masalah ketika anaknya mulai berinisiatif mencorat-coret dinding rumah. Perasaan pertama yang muncul umumnya rasa kesal, karena dinding rumah yang selalu dijaga tetap bersih, menjadi penuh coretan. Satu hal yang dilupakan, saat anak menggambari dinding rumah sebetulnya ia sedang mengulangi proses yang dilakukan oleh manusia prasejarah berjuta tahun lalu. Ia sedang berusaha meninggalkan jejak keberadaan dirinya dan mencatat apa yang dialaminya. Hanya saja, sama seperti para arkeolog mengamati coretan awal manusia prasejarah, para orangtua belum bisa memahami apa yang dicoretkan oleh si anak.
Inilah tahap awal anak mulai menulis, dan membaca…dengan bahasanya sendiri. Kebanyakan orangtua tidak berusaha memahami apa yang dicoretkan anak dan hanya menganggapnya gambar benang kusut karena coretannya tidak membentuk suatu objek yang biasa dilihat sehari-hari. Tapi jangan salah, coba tanyakan pada si anak, apa yang ia buat. Anak akan menjawabnya dengan konsisten…dengan celotehannya sendiri. Jawabannya akan selalu sama. Bisa jadi itu gambar ibunya, karena ibunya adalah yang paling penting baginya. Ibu yang ‘kusut’, tapi paling cantik dan berharga baginya.
Apakah Rumah harus dibiarkan kotor penuh coretan?
Kotor tidak…tapi penuh coretan, ya! Manusia dari jaman prasejarah bisa menemukan banyak hal karena mereka ‘dibiarkan’ melakukan apa yang telah mereka mulai terus-menerus hingga akhirnya mencapai titik penemuan. Bayangkan bila manusia prasejarah dipaksa berhenti menggambari gua, mungkin sampai saat ini kita masih memakai perkakas batu, karena tidak pernah terjadi penemuan catatan dan tulisan. Penuh coretan bukan berarti kotor. Banyak hal bisa dilakukan untuk mencegah kotor tapi tetap memberi anak ruang untuk melukis dinding guanya.
1. Kenali posisi anak biasa mencorat-coret, biasanya tempatnya tertentu, bisa satu atau di beberapa tempat yang ia anggap nyaman sebagai ‘gua’nya.
2. Siapkan medium tempat anak bisa leluasa mencorat-coret. Misal : sediakan papan tulis
dan kapur, tempeli kertas besar di dinding atau tempat yang biasa ia coreti, atau sediakan alat tulis ‘washable’ yang mudah dibersihkan.
3. Simpan atau potret, dokumentasikan hasil pekerjaan mereka dan tunjukkan setelah selang beberapa waktu. Ia akan ‘membaca’ kembali ‘tulisan’nya sendiri. Biarkan ia menceritakan gambarnya dan amati gerak-geriknya. Lama-kelamaan, kita akan bisa ‘membaca’ juga apa yang di’tulis’nya. Memahami bahasanya.
4. Tidak usah dihentikan, sekarang ia sedang mencatat apa yang ia alami, selanjutnya ia akan mulai menemukan pola hubungan sebab-akibat dari apa yang dialaminya. Jangan kaget, bila setelahnya, ia akan mulai merancang dan mencipta hal-hal baru dalam coretannya. Sesuatu yang tidak pernah kita lihat di alam, tapi bisa saja jadi nyata di masa depan. Bukankah penemuan-penemuan besar di dunia berasal dari gambar kasar dulu awalnya.
Menggambari dinding gua sebagai modal awal kemampuan baca-tulis hanyalah satu fase dalam 2 tahun pertama anak yang menakjubkan. Bila diamati, kegiatan ini adalah kelanjutan dari kemampuan anak menggunakan perkakas. Coba ingat lagi, apakah sebelum mulai menggambari dinding, anak-anak suka mengambil sendok, garpu, tongkat atau gagang lainnya dan membawanya ke mana-mana hingga sulit dilepas? Apakah setelahnya mereka suka ‘buang air’ di pojok-pojok yang tetap…menandai posisi ‘gua’nya, baru kemudian melukisinya. Ya, itulah pula yang terjadi pada manusia prasejarah sebelum mulai melukisi guanya. Proses sebelum atau sesudahnya, tidak akan jauh berbeda.
Bila ingin bisa memprediksi apa yang akan dilakukan anak setelah fase ini, coba saja baca lagi sejarah peradaban manusia prasejarah. Urut-urutan apa yang mereka capai di masa lalu, tak akan beda jauh dengan apa yang akan dilakukan anak-anak berikutnya.
Author : Liea Pustaka Lebah
Description: 2 Tahun anak = 2 Juta tahun manusia purba Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: 2 Tahun anak = 2 Juta tahun manusia purba
Manusia prasejarah membutuhkan proses yang sangat panjang untuk bisa membentuk peradaban, dari penemuan peralatan batu, bahasa untuk berkomunikasi, dst. Anak-anak kita hanya membutuhkan waktu 2 tahun saja untuk bisa berjalan, bicara, menggunakan alat sederhana atau menggambari dinding rumah. Ya, anak-anak kita telah mengalami percepatan perkembangan 1 juta kali lipat dibanding manusia purba.
Bagaimana itu bisa terjadi? Selain faktor memori genetik yang diwariskan dari generasi ke generasi, satu sumbangan terbesar dalam sejarah manusia adalah penemuan tulisan. Penemuan tulisan ini pula yang memisahkan masa prasejarah dengan sejarah. Sejarah bisa mulai ditulis karena adanya penemuan tulisan. Tanpa penemuan tulisan, tentu saja sejarah tidak pernah bisa ditulis. Ditulis pakai apa?
Lukisan Dinding Gua sebagai Media Belajar
Tapi, dari mana tulisan itu sendiri berasal? Peninggalan tertua yang bisa ditemuikan adalah lukisan dinding gua. Sebelumnya pasti ada, tapi mungkin baru berupa guratan di tanah dengan tongkat yang langsung tersaput hujan. Jadi lukisan gualah yang bertahan. Walaupun belum menggunakan aksara, lukisan dinding gua dibuat untuk mencatat apa yang dialami oleh manusia saat itu, dari peristiwa saat berburu, peristiwa kelahiran dan kematian hingga tahapan prosesi upacara ritual.
Catatan berupa gambar itu tertinggal di dinding gua hingga bertahun-tahun dari generasi ke generasi. Dengan adanya catatan berupa lukisan itu, manusia di generasi berikutnya bisa melihat apa yang dialami oleh generasi sebelumnya. Generasi baru bisa BELAJAR dari pendahulunya, menemukan kelebihan yang ada dan melanjutkannya, atau menemukan kelemahan dan memperbaikinya.
Manusia tidak perlu lagi mengalami kesalahan yang sama berulang-ulang sehingga bisa menghindari resiko yang membahayakan jiwa atau merugikan. Manusia juga tidak perlu melakukan segala sesuatu dari nol, tinggal meniru dan melanjutkan apa yang sudah ditemukan sebelumnya. Ini berarti menghemat waktu, tenaga, pikiran (bahkan biaya) secara besar-besaran. Manusia jadi bisa melakukan lebih banyak hal dengan waktu lebih singkat, makin banyak penemuan bisa diciptakan, dan peradaban pun berputar makin cepat.
Ketika Anak Membuat Lukisan Gua di Rumah
Seringkali orangtua menghadapi masalah ketika anaknya mulai berinisiatif mencorat-coret dinding rumah. Perasaan pertama yang muncul umumnya rasa kesal, karena dinding rumah yang selalu dijaga tetap bersih, menjadi penuh coretan. Satu hal yang dilupakan, saat anak menggambari dinding rumah sebetulnya ia sedang mengulangi proses yang dilakukan oleh manusia prasejarah berjuta tahun lalu. Ia sedang berusaha meninggalkan jejak keberadaan dirinya dan mencatat apa yang dialaminya. Hanya saja, sama seperti para arkeolog mengamati coretan awal manusia prasejarah, para orangtua belum bisa memahami apa yang dicoretkan oleh si anak.
Inilah tahap awal anak mulai menulis, dan membaca…dengan bahasanya sendiri. Kebanyakan orangtua tidak berusaha memahami apa yang dicoretkan anak dan hanya menganggapnya gambar benang kusut karena coretannya tidak membentuk suatu objek yang biasa dilihat sehari-hari. Tapi jangan salah, coba tanyakan pada si anak, apa yang ia buat. Anak akan menjawabnya dengan konsisten…dengan celotehannya sendiri. Jawabannya akan selalu sama. Bisa jadi itu gambar ibunya, karena ibunya adalah yang paling penting baginya. Ibu yang ‘kusut’, tapi paling cantik dan berharga baginya.
Apakah Rumah harus dibiarkan kotor penuh coretan?
Kotor tidak…tapi penuh coretan, ya! Manusia dari jaman prasejarah bisa menemukan banyak hal karena mereka ‘dibiarkan’ melakukan apa yang telah mereka mulai terus-menerus hingga akhirnya mencapai titik penemuan. Bayangkan bila manusia prasejarah dipaksa berhenti menggambari gua, mungkin sampai saat ini kita masih memakai perkakas batu, karena tidak pernah terjadi penemuan catatan dan tulisan. Penuh coretan bukan berarti kotor. Banyak hal bisa dilakukan untuk mencegah kotor tapi tetap memberi anak ruang untuk melukis dinding guanya.
1. Kenali posisi anak biasa mencorat-coret, biasanya tempatnya tertentu, bisa satu atau di beberapa tempat yang ia anggap nyaman sebagai ‘gua’nya.
2. Siapkan medium tempat anak bisa leluasa mencorat-coret. Misal : sediakan papan tulis
dan kapur, tempeli kertas besar di dinding atau tempat yang biasa ia coreti, atau sediakan alat tulis ‘washable’ yang mudah dibersihkan.
3. Simpan atau potret, dokumentasikan hasil pekerjaan mereka dan tunjukkan setelah selang beberapa waktu. Ia akan ‘membaca’ kembali ‘tulisan’nya sendiri. Biarkan ia menceritakan gambarnya dan amati gerak-geriknya. Lama-kelamaan, kita akan bisa ‘membaca’ juga apa yang di’tulis’nya. Memahami bahasanya.
4. Tidak usah dihentikan, sekarang ia sedang mencatat apa yang ia alami, selanjutnya ia akan mulai menemukan pola hubungan sebab-akibat dari apa yang dialaminya. Jangan kaget, bila setelahnya, ia akan mulai merancang dan mencipta hal-hal baru dalam coretannya. Sesuatu yang tidak pernah kita lihat di alam, tapi bisa saja jadi nyata di masa depan. Bukankah penemuan-penemuan besar di dunia berasal dari gambar kasar dulu awalnya.
Menggambari dinding gua sebagai modal awal kemampuan baca-tulis hanyalah satu fase dalam 2 tahun pertama anak yang menakjubkan. Bila diamati, kegiatan ini adalah kelanjutan dari kemampuan anak menggunakan perkakas. Coba ingat lagi, apakah sebelum mulai menggambari dinding, anak-anak suka mengambil sendok, garpu, tongkat atau gagang lainnya dan membawanya ke mana-mana hingga sulit dilepas? Apakah setelahnya mereka suka ‘buang air’ di pojok-pojok yang tetap…menandai posisi ‘gua’nya, baru kemudian melukisinya. Ya, itulah pula yang terjadi pada manusia prasejarah sebelum mulai melukisi guanya. Proses sebelum atau sesudahnya, tidak akan jauh berbeda.
Bila ingin bisa memprediksi apa yang akan dilakukan anak setelah fase ini, coba saja baca lagi sejarah peradaban manusia prasejarah. Urut-urutan apa yang mereka capai di masa lalu, tak akan beda jauh dengan apa yang akan dilakukan anak-anak berikutnya.
Author : Liea Pustaka Lebah
Tuesday, 16 July 2013
Pengasuh Gratisan yang Mencerdaskan
Sebagian orangtua atau pengasuh sering meletakkan balita di depan televisi ketika mereka menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Hal yang berbeda dilakukan oleh ibunya Qurrota Aini, penulis cilik yang meraih rekor Muri pada 2005. Pengasuh gratisan dipilih untuk mengasuh Aini “Mama dulu enggak punya pembantu, supaya beliau bisa beres-beres rumah, aku dimasukkan ke boks bermain sambil ditemani buku dan majalah anak-anak. Katanya, kalau sudah dikelilingi buku, aku anteng banget,” ungkap Aini. Ya, pengasuh itu bernama buku.
Tak heran bila di umur 3 tahun, Aini mulai menunjukkan minat membaca dan menulis. “Aku sering tiba-tiba minta diajarin bikin huruf A. Setelah diberikan contoh, aku langsung meniru di kertas. Sampai akhirnya semua huruf selesai dipelajari. Makanya di umur 4 tahun, aku sudah lancar membaca dan menulis. Sejak itu, aku sering menulis perasaanku, seperti ‘mama cerewet’, ‘ayah jahat’, ‘adik menangis terus’. Pokoknya, kalau aku kesal atau senang, aku tulis.”
Karena aku senang membaca dan menulis perasaannya, sang ibu menganjurkan Aini menulis buku harian. Karena Aini juga bisa menggambar, ia melettakkan gambarnya di buku harian “Jadi aku menambahi gambar-gambar di sebelah tulisannya, seperti membuat komik sendiri.”
“Suatu hari, aku baca di majalah anak-anak tentang Faiz yang penulis cilik. Aku bilang sama Mama, aku pengin kayak dia. Hebat banget. Mama bilang, bisa aja. Toh, tulisanku sudah banyak, tersebar di mana-mana di rumah. Akhirnya aku kumpulin, terus salah satunya aku kirim ke harian Republika. Eh, cerpen yang aku kirim, judulnya ‘Pengalamanku Ikut Lomba’, dimuat sebulan kemudian. Umurku waktu itu 6 tahun. Tentu saja aku senang. Akhirnya, aku menulis terus, apa saja, cerpen, novel, dan puisi,” ujar alumni SDIT Insan Mandiri, Jakarta Selatan ini.
Kesenangan menulis dan membaca tidak mengganggu aktivitas belajar Aini di sekolah, buktinya Juli lalu Aini lulus ujian SD dengan nilai yang cukup memuaskan. Ia mendapatkan 9,25 untuk matematika, 9,00 untuk Bahasa Indonesia, dan 9,25 untuk Ilmu Pengetahuan Alam dan Sains. Aini menduduki peraih nilai tertinggi kedua di sekolahnya. Menurutnya Aini nilai-nilai tersebut merupakan hasil belajar, do’anya dan juga dukungan orangtua serta guru-guru di sekolahnya.
Penulis : Kokonata
Wednesday, 26 June 2013
Cabang
01:40
No comments
Branch Office | ||
SURABAYA Jl. Ngagel Jaya Selatan V No. 35, RT 05 RW 05 Kelurahan Pucang Sewu Gubeng Surabaya Telp. (031) 503 3800 Fax. (031) 505 6245 | BANDUNG Jl. Tata Surya No.78, Komplek Margahayu Raya. Kode Pos 40286 Telp. (022) 7568110, 7569247 Fax. (022) 7568110 | MAKASSAR Jl. Rahman Hakim II No. 22 Ujung Pandang Baru. Telp. (0411) 4665921, 5362128, 3772211 Fax. (0411) 4665921 |
SUMEDANG Jl. Prabu Geusan Ulun No. 188 Telp. (0261) 202 144, 9136060 Fax. (0261) 202 144 | MEDAN Jl. SM. Raja, Gg Arifin No. 54 A Simpang Limun Medan Telp. (061) 7718 9496 | SEMARANG Jl. Puspowarno Tengah 8 No. 9 Telp. (024) 760 7662 |
MALANG Jl. Anggrek 3 No. 6 A Asri Katon Pakis Telp. (0341) 793 330 |
Head Office
01:39
No comments
Head office | ||
REDAKSI Jl. Teluk Mandar Ujung No.99 Kompleks Angkatan Laut, Rawa Bambu, Pasar Minggu Jakarta Selatan 12540 Telp. (021) 7070 4881 Faks. (021) 7884 6010 | MARKETING Jl. Sebret No.1 Jati Padang, Pasar Minggu-Jakarta Selatan 12540 Telp. (021) 7883 9535, 7883 5060, 7883 5070 Fax. (021) 7884 3131 | ADMINISTRASI Jl. Raya Ragunan No. 65 D, Pasar Minggu, Jakarta Selatan Telp. (021) 7883 5060, 7883 5070, 7883 3770 Fax. (021) 7883 5050 |
Subscribe to:
Posts (Atom)